Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design:
Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Sunday, November 16, 2008

GASTROENTERITIS

Definisi

Gastroenteritis ( GE) atau yang lebih dikenal dengan diare adalah :

• Suatu infeksi usus yang menyebabkan keadaan feses encer dan/atau berair, dengan frekuensi lebih dari 3 kali perhari, dan kadang disertai muntah
• Inflamasi pada lapisan membran gastrointestinal disebabkan oleh berbagai varian enteropatogen yang luas, yaitu bakteria, virus, dan parasit. Mainfestasi klinik tergantung pada organisme dan respons pejamu ( host ) terhadap infeksi yaitu infeksi asimtomatik, diare, diare dengan darah, diare kronik, dan
Manifestasi ekstraintestinal dari infeksi
• Defekasi encer, lebih dari 3 kali sehari dengan/ tanpa darah dan/ atau lendir dalam tinja (kapita selekta kedokteran jilid 2)
• Bab (defekasi) dengan tinja berbentuk cair atau setengah cair(setengah padat),kandungan air lebih abnyak dari biasanya(>200 gram atau 200ml/24 jam), bab tersebut dapat/tanpa disertai lendir dan darah.(ilmu penyakit dalam)
• Buang air besar enceratau cair lebih dari 3 kali sehari.(who,1980)

Etiologi

Gastroenteritis (diare) dapat disebabkan oleh berbagai hal antara lain :
1. Infeksi :
o Virus (rotavirus, adenovirus,norwlk)
o Bakteri (shigella, e.coli, vibrio)
o Parasit :
i. Protozoa ; e.hystolytica, balantidium coli
ii. Cacing perut ; askaris , tricuris
iii. Jamur ; candida
2. Keadaan intoleransi makanan, baik sementara maupun menetap.
3. Malabsorbsi/ maldigestif : karbohidrat, lemak atau protein
4. Imunodefisiensi
5. Psikologis : rasa takut dan cemas
6. Obat-obatan :
o Obat-obat gastroenterestinal : antasid, laksansia, dll.
o Obat-obat jantung : digitalis, hidralazin,quinidin, diuretik, dll.
o Antibiotik : klindamisin, ampisilin, sefalosporin, eritromisin, dll.
7. Defisiensi enzim pencernaaan
8. Neoplasma
9. Kelainan hati, pangkreas dan endokrin.

Patofisiologi gastroenteritis

1. Diare sekretorik disebabkan oleh sekresi cairan dan elektrolit meninggi, akibat infeksi virus, kuman pathogen, dan apotogen, hiper peristaltik usus halus akibat bahan-bahan kimia dan makanan, gangguan psikis.
2. Diare osmotik disebabkan oleh osmolitas intraluminar yang meninggi akibat dari malabsorpsi makanan, kekurangan kalori protein.
3. Malabsorsi asam empedu dan malabsorpsi lemak
Diare tipe ini didapatkan pada gangguan pembentukan dan produksi miclle empedu dan penyakit-penyakit biller dan hati.
4. Defek sistem pertularan anion atau transport elektrolit aktif dan eriterosit
Diare tipe ini disebabkan adanya hambatan mekanisme transport aktif na+ k+ atp ase dieriterosit dan absopsi na+ dan air yang abnormal.
5. Mortalitas dan waktu transit usus abnormal
Diare tipe ini disebabkan hipermotalitas dan iregularitas mortalitas usus halus sehingga menyebabkan absopsi yang abnormal di usus halus mis.:dm,hipertiroid.
6. Gangguan permeabilitas usus
disebabkan karena marfologi membran epitel spesifik pada usus halus.
7. Inflamasi dinding usus (diare inflamasi)
Disebabkan karena adanya kerusakan mukosa usus akibat proses inflamasi sehingga terjadi produksi mukus yang berlebihan dan eksudasi air dan elektroplit kedalam lumen.

Klasifikasi gastroenteritis

Gastroenteritis (diare) dapat di klasifikasi berdasarkan beberapa faktor :
1). Berdasarkan lama waktu :
a. Akut : berlangsung < 5 hari
b. Persisten : berlangsung 15-30 hari
c. Kronik : berlangsung > 30 hari
2). Berdasarkan mekanisme patofisiologik
a. Osmotik, peningkatan osmolaritas intraluminer
b. Sekretorik, peningkatan sekresi cairan dan elektrolit
c. Dll
3). Berdasarkan derajatnya
a. Diare tanpa dihindrasi
b. Diare dengan dehidrasi ringan/sedang
c. Diare dengan dehidrasi berat
4). Berdasarkan penyebab infeksi atau tidak
a. Infektif
b. Non infeksif
5). Berdasarkan penyebab organik atau tidak
a. Organik
b. Fungsional

Klasifikasi dehidrasi

dehidrasi dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa parameter, yaitu :
1. Berdasarkan jumlah cairan tubuh yang hilang dan keadaan klinis pasien, dehidrasi dapat diklasifikasikan kedalam 3 kelompok yaitu :
a. Dehidrasi ringan
(hilang cairan 2-5 % bb)
Gambaran kliniks : torgor kulit sudah mulai berkurang,suara serak, belum jatuh dalam persyok.
b. Dehidrasi sedang
(hilang cairan 5-8 %bb)
Gambaran klinis : togor buruk, suara serak, pasien jatuh dalam presyok atau syok,nadi cepat, napas cepat dan dalam.
c. Dehidrasi berat
(hilang cairan 8-10% bb)
Gambaran klinis : kelanjutan dari tanda dehidrasi sedang, kesadaran menurun, otot-otot kaku., dan sianosis.

2. Berdasarkan bj (berat jenis) plasma
a. Dehidrasi ringan,
(bj plasma 1,032 -1,040)
b. Dehidrasi sedang
(bj plasma 1,028 -1,032)
c. Dehidrasi berat
(bj plasma 1,025 -1,028)

Derajat dehidrasi ditunjukkan oleh tanda dan gejala yang menggambarkan kehilangan cairan tubuh, sebagai berikut :
Dehidrasi minimal atau tanpa dehidrasi (kehilangan < 3% cairan tubuh):
 Status mental: baik, waspada
 Rasa haus: minum baik, mungkin menolak cairan
 Denyut nadi: normal
 Kualitas kecukupan isi nadi: normal
 Pernapasan: normal
 Mata: normal
 air mata: ada
 mulut dan lidah: lembap (basah)
 elastisitas kulit: cepat kembali setelah dicubit
 pengisian kapiler darah: normal
 suhu lengan dan tungkai: hangat
 produksi urin: normal sampai berkurang
Dehidrasi ringan sampai sedang (kehilangan 3 – 9% cairan tubuh):
 Status mental: normal, lesu, atau rewel
 Rasa haus: haus dan ingin minum terus
 Denyut nadi: normal sampai meningkat
 Kualitas kecukupan isi nadi: normal sampai berkurang
 Pernapasan: normal; cepat
 Mata: agak cekung
 Air mata: berkurang
 Mulut dan lidah: kering
 Elastisitas kulit: kembali sebelum 2 detik
 Pengisian kapiler darah: memanjang (lama)
 Suhu lengan dan tungkai: dingin
 Produksi urin: berkurang
Dehidrasi berat (kehilangan > 9% cairan tubuh)
 Status mental: lesu, sampai tidak sadar
 Rasa haus: minum sangat sedikit, sampai tidak bisa minum
 Denyut nadi: meningkat, sampai melemah pada keadaan berat
 Kualitas kecukupan isi nadi: lemah, sampai tidak teraba
 Pernapasan: dalam
 Mata: sangat cekung
 Air mata: tidak ada
 Mulut dan lidah: pecah-pecah
 Elastisitas kulit: kembali setelah 2 detik
 Pengisian kapiler darah: memanjang (lama), minimal
 Suhu lengan dan tungkai: dingin, biru
 Produksi urin: minimal (sangat sedikit

B. Managemen dan edukasi pasien gastroenteritis
(termasuk pola perubahan perilaku, edukasi keluarga untuk pencegahan primer)

Manajemen
Tujuan utama pendekatan pasien diare adalah :
• Menilai tingkat dehidrasi dan memberi pergantian cairan dan elektrolit,
• Mencegah penyebaran enteropatogen
• Menentukan agen etiologi dan memberi terapi spesifik jika terindikasi
• Mengidentifikasi komplikasi

Penatalaksanaan untuk pasien diare adalah sebagai berikut:
• Simtomatis.
Rehidrasi
Bila keadaan pasien tidak dehidrasi, asupan cairan yang adekuat dapat dicapai dengan minuman ringan, sari buah, dan sup. Bila pasien kehilangan cairan yang banyak dan dehidrasi penatalaksanaan yang agresif seperti cairan intravena atau rehidrasi oral dengan cairan isotonik mengandung elektrolit dan gula atau starch harus diberikan.
Pada rehidrasi ini ada 4 hal yang perlu diperhatikan :
1. Jenis cairan
pada diare akut yang ringan dapat diberikan oralit. Diberikan cairan ringer laktat, bila tak tersedia dapat diberikan cairan nacl isotonik ditambah satu ampul na bikarbonat 7,5 % 50 ml.
2. Jumlah cairan
Jumlah cairan yang diberikan sesuai dengan jumlah cairan yang dikeluarkan. Kehilangan cairan tubuh dapat dihitung dengan beberapa cara :

• Metode pierce berdasarkan klinis
Dehidrasi ringan, kebutuhan cairan = 5% x berat badan
Dehidrasi sedang, kebutuhan cairan = 8% x berat badan
Dehidrasi berat, kebutuhan cairan = 10% x berat badan

• Metode daldiyono berdasarkan skor klinis skor
kebutuhan cairan = x10% x kgbb x 1 liter
15
• Jalan masuk atau cara pemberian cairan
Rute pemberian cairan pada orang dewasa dapat dipilih oral atau intra vena
• Jadwal pemberian cairan
Rehidrasi dengan perhitunga kebutuhan cairan berdasarkan metode daldiyono diberikan pada 2 jam pertama. Selanjutnya dilakukan penilaian kembali status hidrasi untuk memperhitung
Kan kebutuhan cairan. Rehidrasi diharapkan terpenuhi lengkap pada akhir jam ke-

• Medika mentosa
Obat-obat ini dapat mengurangi gejala-gejala:
a. Paling efektif yaitu derivat opioid misal loperamide, difenoksilat-atropin dan tinktur opium. Loperamide paling disukai karena tidak adiktif dan memiliki efek samping paling kecil.
b. Obat yang mengeraskan tinja yaitu apulgite 4 x 2 tab/hari, smectite 3 x 1 saset diberikan tiap diare/bab encer sampai diare berhenti.
c. Obat anti sekretorik atau anti enkephalinase yaitu hidrasec 3 x 1 tab/hari
d. Vitamin dan mineral
e. Aluminium hidroksida, memiliki efek konstipasi dan mengikat empedu.
f. Fenotiazin dan asam nikotinat, menghambat sekresi anion usus.

• Kausal
pengobatan kausal diberikan pada infeksi maupun non infeksi. Pada diare dengan penyebab infeksi, obat diberikan berdasarkan etiologinya.

1. Aeromonas dan campylobacter,
agen antimicrobial: tmp/smz
indikasi untuk terapi antimikrobial : dysentery-like illness,diare berkepanjangan

2. Campylobacter
agen antimikrobial:erythromycint atau azithromycin
indikasi terapi antimikrobial : pada awal penyakit

3. Clostridium difficile
agen antimikrobial :metronidazole atau vancomycin
indikasi terapi antimikrobial penyakit sedang hingga berat

4. Escherichia coli
agen antimikrobial :metronidazole atau vancomycin
indikasi terapi antimikrobial : penyakit sedang hingga berat

5. Enterotoxigenic
agen antimikrobial : tmp/smz†
indikasi terapi antimikrobial : penyakit berat atau berkepanjangan

6. Enteropathogenic
agen antimikrobial :tmp/smz†
indikasi terapi antimikrobial : nursery epidemics, penyakit pengancam jiwa

7. Enteroinvasive
agen antimikrobial :tmp/smz†
indikasi terapi antimikrobial : semua pada kasus jika organisme rentan

8. Salmonella
agen antimikrobial :cefotaxime atau ceftriaxone atau ampicillin atau chloramphenicol atau tmp/smz†
indikasi terapi antimikrobial : pasien bayi

Pola perubahan perilaku dan edukasi keluarga untuk pencegahan primer

1) Edukasi untuk mengubah perilaku buruk masyarakat dan mempraktekkan gaya hidup bersih
• Bab di jamban
• Buang sampah pada tempat yang ditentukan
• Kebiasaan cuci tangan sebelum dan sesudah makan
• Menggunakan air bersih dan sanitasi yang baik
• Memasak makanan dan air minuman hingga matang
• Menghindari makanan yang telah terkontaminasi oleh lalat, tidak memakan makanan basi, dan menghindari makanan yang dapat menimbulkan alergi tubuh.
• Higiene lingkungan yang lebih baik
• Penggunaan bahan bakar dan pembersih yang lebih aman
• Peningkatan keamanan lingkungan sehat
• Penggunaan dan pengelolaan materi beracun di rumah dan tempat kerja.
2) Memberi penyuluhan dan penerengen kepada masyarakat tentang diare (penyebab penggunaan oralit)
Komplikasi
Gastroenteritis (diare) dapat menimbulkan berbagai macam komplikasi akibat mencret, yaitu :
• Dehidrasi, baik ringan, sedang, maupun berat, akibat banyaknya kehilangan cairan tubuh saat diare berlangsung, dehidrasi biasa terjadi pada anak kecil.
• Syok hipovolemik, terjadi apabila tubuh tidak mampu lagi melakukan kompensasi
• Cardiac disarhytmia, terjadi akibat gangguan elitrolit yang terjadi ketika diare berlangsung.
• Hiponatremia, konsentrasi natrium serum yang kurang dari 136meq/liter , hal ini terjadi karena banyaknya natrium yang hilang bersama dengan cairan tubuh ketika diare berlangsung.
• Hipokalemia, konsentrasi kalium serum yang kurang dari 3,5 meq/liter , hal ini terjadi karena banyaknya kalium yang hilang bersama dengan cairan tubuh ketika diare berlangsung.
• Hipokalsemia, terjadi akibat rendahnya kadar kalsium dalam tubuh , hal ini terjadi karena banyaknya kalsium yang hilang bersama dengan cairan tubuh ketika diare berlangsung.
• Hipomagnesemia, konsentrasi magnesium kurang dari 1,7 mg/100 ml, hal ini terjadi karena banyaknya magnesium yang hilang bersama dengan cairan tubuh ketika diare berlangsung.

VITAMIN A DAN DEFISIENSINYA

Vitamin A adalah istilah umum untuk suatu kelompok senyawa yang memiliki aktivitas biologi dari retinol dan merupakan zat gizi esensial untuk penglihatan, reproduksi, pertumbuhan, diferensiasi epitelium, dan sekresi lendir/getah. Sumber utama vitamin A adalah pigmen karotenoid (umumnya β- karetin) dan retinil ester dari hewan. Senyawa ini diubah menjadi retinol dan diesterifikasi dengan asam lemak rantai panjang. Hasil dari retinil ester diabsorpsi bersama lemak dan ditransportasikan ke hati untuk disimpan

Tergantung kebutuhan jaringan, retinil ester diubah menjadi retinol dan ditranportasikan oleh retinol-binding protein (RBP), yang membentuk suatu kompleks bersama prealbumin. RBP berfungsi untuk melarutkan retinol yang mengirimkannya ke sel-sel

Konsentrasi serum RBP berbeda dengan ketersediaan vitamin A, yang akan berkurang ketika defisiensi protein dan penyakit hati dan meningkat ketika penyakit ginjal dan pengaturan estrogen. Ketika status vitamin A mencukupi, sekitar 50 hingga 80% total retinol tubuh akan disimpan pada hati dan lebih dari 90% sebagai retinil ester. Tingkat plasma vitamin A dan RBP mungkin ditekan atau tidak pada pecandu alkohol yang kronis. Pada penyakit hati kronis konsentrasi plasma retinol dan RBP biasanya berkurang proporsinya sehubungan dengan penyakit yang berat

Vitamin A berfungsi dalam pertumbuhan terutama dalam menyesuaikan pertumbuhan tulang melalui proses remodeling. Vitamin A penting untuk aktivitas sel-sel dalam tulang rawan epifase yang harus menjadi sustu siklus pertumbuhan normal, pendewasaan dan degenerasi untuk pertumbuhan tulang yang normal, yang dikontrol oleh epifase

Vitamin A mempertahan integritas jaringan epitel melalui pengaruhnya terhadap pemecahan sel, sintesis RNA, glikosilasi protein, stabilitas membran lisosom, dan biosintesis prostaglandin. Melalui mekanisme ini, vitamin A menentukan proses keratinisasi dan diferensiasi lapisan epitel. Hal ini menjalankan peranan penting dalam penglihatan. Retina adalah kelompok prosthetic pigmen fotosensitif pada mata kemungkinan cahaya yang diterima diubah menjadi rangsangan syaraf

Vitamin A mempunyai peranan penting dalam kesuburan/fertilasi. Dalam keadaan defisiensi vitamin A, spermatogenesis berhenti/ditahan pada tingkat spermatid (pada tikus, ayam dan sapi), dan sebaliknya spermatogenesis akan terjadi apabila diberi vatamin A. Defesiensi vatamin A juga akan mengganggu siklus estrus, perkembangan plasenta dan aspek ini reproduksi betina (tikus dan ayam), yang dapat menyebabkan resorpsi janin

Vitamin A juga memilki peranan penting dalam fungsi normal sistem kekebalan tubuh. Defisiensi vatamin A pada hewan percobaan berkaitan dengan pengurangan proliferasi limfosit, reaksi hipersensitivitas kulit, pengurangan fungsi makrofage, sitotoksik sel-T dan sel NK; dan pengurangan proliferasi sel-β dan produksi antibodi

Defisiensi Vitamin A

Tanda-tanda defisiensi vitamin A telah dipelajari secara luas dan rinci dibanding kelainan defisiensi zat gizi lainnya. Mata merupakan organ tubuh yang mengalami gangguan, yang secara dominan terjadi pada anak-anak. Kekeringan (xerisis) dan diakui oleh ketidakmampuan untuk membasahi konjungtiva bulbar. Bitot’s spot (bercak bitot) merupakan keratinisasi lebih lanjut dari sel epitel konjungtif. Pada anak yang lebih besar dan orang dewasa, Bitot’s spot merupakan cacat dari defisiensi masa lalu. Keikutsertaan komea, dimulai sebagai keratopathy punctate permukaan dan lanjutan dari xerosis dan berbagai tingkat pemborokan dan keratomalasia, yang sering mengakibatkan kebutaan

Defisiensi vitamin A yang menunjukkan pengeringan membran konjungtif dan komea (xerosis) dan adanya Bito’s spot merupakan perubahan yang dapat disembuhkan dengan vitamin A. Jika defisensi vitamin A terus berlangsung dan pelunakan komea (keratomalasia) serta pemborokan, maka kebutaan merupakan akibat yang tidak dapat disembuhkan

Perubahan generatif punctate pada retina (puncak xeropthalmia) merupakan tanda yang jarang terjadi dari defesiensi kronik yang sering terlihat pada anak yang lebih besar. Luka kornea (comea scar) mempunyai banyak penyebab, tetapi yang ada pada bagian komea seseorang dengan sejarah masa lalunya mengalami defesiensi gizi dan/atau tanda penyakit campak yang sering pada defesiensi penyakit vatamin A tingkat lebih awal

Manifestasi ekstraokular termasuk hiperkeratosis perifolikular, hiperkeratinisasi kulit epitel di sekitar folikel rambut. Keadaan ini paling sering terlihat pada lengan atas dan siku. Hal ini juga terlihat pada kejadian kelaparan yang berhubungan dengan defisiensi vitamin B kompleks atan asam lemak esensial. Perubahan lain, yang termasuk kerusakan indera perasa, anoreksea, gangguan vestibular, perubahan tulang dengan tekanan pada syaraf cranial, peningkatan tekanan intracranial, perubahan bentuk congenital dan kemandulan, yang terlihat jelas pada hewan

Studi mengenai suplementasi vitamin A dan β-karoten terhadap wanita hamil yang mengalami rabun senja di Nepal menunjukkan bahwa suplementasi vitamin A dan β-karoten mengurangi kejadian buta senja sampai 50%. Intik vitamin A yang mendekati jumlah yang dianjurkan oleh wanita hamil menurunkan tetapi tidak menghilangkan kejadian rabun senja, sehingga intik vitamin A yang lebih besar dari yang disediakan atau dengan zat gizi lain mungkin diperlukan untuk mencegah ibu yang mengalami buta senja

Defisiensi vitamin A merupakan suatu endemi pada beberapa negara ketiga, yang dapat menyebabkan kebutaan. Defisiensi ini juga terlihat dalam sindrom melabsorpsi lemak. Secara klinis, menurut tipe tanda ocular, dimulai dengan rabun senja dan diakhiri dengan kebutaan. Perubahan secara meluas dari perkembangan epitel

Dalam tahun-tahun terakhir, percobaan klinis dan masyarakat suplementasi vitamin A pada anak-anak menunjukkan penurunan yang signifikan semua penyebab kesakitan dan kematian. Studi yang dilakukan di New Delhi mengenai perlakuan selama masa diare akut pada anak usia 12-60 bulan menunjukkan bahwa pemberian vitamin A selama diare akut dapat menurunkan periode diare dan resiko diare yang menetap pada anak-anak yang tidak diberi ASI, tetapi tidak terlihat pada anak yang memperoleh ASI.

Studi yang dilakukan pada anak Indonesia, menemukan bahwa anak dengan xeropthalmia sedang memiliki resiko terkena infeksi pernafasan dan diare relatif lebih tinggi dibanding anak yang tidak mempunyai tanda kelainan di mata.
Studi yang dilakukan di Nepal mengenai dampak suplementasi vitamin A pada masa pertumbuhan awal anak (12-60 bulan) menunjukkan bahwa terdapat peningkatan yang relatif pada pertumbuhan jaringan halus yang terjadi selama empat bulan pemberian suplemen vitamin A dan efek terhadap pertumbuhan linear yang berangsur-angsur. Defisiensi vitamin yang agak berat, yang ditandai dengan xeropthalmia, menyebabkan gangguan pada pertumbuhan linear normal, tetapi pada tahap defisiensi yang sedang tidak mempunyai pengaruh.

Studi yang mengenai pertumbuhan linear anak usia 6 bulan hingga 4 tahun di Indonesia menunjukkan bahwa anak yang memiliki konsentrasi serum retinol yang rendah mencapai peningkatan tinggi badan yang lebih besar secara signifikan (0,39 cm/bulan) setelah suplementasi vitamin A dibanding kelompok kontrol. Anak yang berusia 24 bulan juga mencapai pertambahan tinggi badan yang lebih tinggi dibanding bayi

Kejadian efidemiologi menunjukkan bahwa adanya kaitan dengan konsumsi makanan yang mengandung karotenoid dengan lebih rendahnya kejadian kanker tipe-tipe tertentu, seperti kanker paru-paru, kanker kolon dan bladder. Diduga bahwa aktivitas kanker berkaitan dengan pengaruh esensial dari vitamin A dalam diferensiasi sel-sel epitel. Sebagai contoh konsumsi rutin sayuran hijau tua dan kuning, sayuran crucifera dan tomat berkaitan dengan penurunan angka kanker paru-paru

Efek anti kanker dari sebagian besar tanaman tersebut berhubungan dengan β-karoten, dibanding produksi vitamin A dalam tubuh dari karotenoid. Efek anti kanker ari tomat berkaitan dengan Iycopene, dan sayuran hijau tua berkaitan dengan lutein. Pada saat studi lainnya menunjukkan bahwa kanker berkaitan dengan intik vitamin A sebanyak 5000 IU per hari dan tingkat kejadian yang tinggi berkaitan dengan intik 1700 hingga 2500 IU per hari . Pada tingkat pengetahuan saat ini tidak akan disarankan untuk menggunakan dosis dalam bentuk vitamin A, melainkan dalam bentuk karoten dengan dosis seperti yang direkomendasikan untuk konsumsi setiap hari (RDA) untuk pengobatan/pencegahan kanker.

Studi pada hewan menunjukkan hubungan antara intik tinggi karotenoid dari buah-buahan dan sayur-sayuran dengan pengurangan resiko bebetapa penyakit berbahaya, termasuk kanker prostat. Studi yang dilakukan mengenai efek β-karoten terhadap laju pertumbuhan in vitro menunjukkan bahwa efek biologis invitro β-karoten terhadap sel-sel prostat menghasilkan konversi β-karoten ke retinol atau metabolit lainnya.

Hasil studi Slattery, et.al (2000) terhadap 1993 subyek berusia antara 30 hingga 79 tahun yang telah didiagnosis menderita kanker usus besar dan kontrol sebanyak 2410 pasien tidak menderita kanker menunjukkan bahwa beberapa jenis karoteoid, yaitu lutein dan zeaxanthin mempunyai efek melawan kanker usus besar, dengan efek yang lebih tinggi pada orang yang lebih muda. Sumber utama lutein yang dikonsumsi berasal dari bayam, brokoli, selada, tomat, wortel, jus jeruk, seledri, sayuran hijau dan telur. Hal ini menunjukkan efek antioksidan dan lutein dan zeaxanthin, yang mempunyai efektifitas biokimia dan reaksinya terhadap membran sel yang karsinogen pada usus besar.

Kriteria WHO untuk masalah vitamin A kesehatan masyarakat saat ini tidak hanya termasuk prevalensi defisiensi vitamin A yang berat dengan tanda dimata (seperti Xerosis kornea, bitot’s spot) tetapi juga indikator sub-klinis (seperti retinol serum yang rendah, retinol ASI yang rendah). Diperkirakan setiap tahun, 3 hingga 10 juta anak, kebanyakan tinggal di negara berkembang mengalami xeropthamia, dan antara 250.000 hingga 500.000 menjadi buta. Program kesehatan masyarakat internasional untuk menjadikan prioritas utama untuk mengatasi defisiensi vitamin A dan xerothamia. Penyediaan suplemen vitamin A sebanyak 50.000 hingga 200.000 IU (15.000 – 60.000 μg RE, menurut umur) kepada anak-anak yang beresiko mengalami defisiensi vitamin A untuk melindungi selama 4 hingga 6 bulan. Perbaikan intik makanan jelas diperlukan sebagai penyelesaian jangka panjang terhadap defisiensi vitamin A

Toksisitas (hiperavitaminosis A)
Toksisitas akut lebih umum terjadi pada anak-anak. Kebanyakan ciri-cirinya berhubungan dengan peningkatan tekanan intracranial, yaitu nausea, vomitting, sakit kepala, vertigo, iritabilitas, stupor, pontanel bulging (pada bayi), papilledema dan pseudotumor cerebri (pembesaran tumor otak), juga pyreksia dan pengelupasan kulit

Kondisi hiperavitaminosis A meryupakan hasil dari konsumsi yang berlebihan dari pro-vitamin A (bukan karotenoid) yang berlangsung lama (kronis) maupun akut. Adanya retinol yang teresterifikasi pada plasma fasting (berkaitan dengan plasma lipoprotein) merupakan indikator awal dari hiperavitaminosis A. Umumnya tanda toksisitas berkaitan dengan kelebihan konsumsi 10 kali dari RDA yang merupakan hasil dari perilaku makan (misalnya konsumsi hati yang berlebih atau pengobatan sendiri dengan vitamin A dosis tinggi. Bahkan pada pengguna suplementasi vitamin/mineral yang sehat (dalam jumlah sekitar satu hingga dua kali RDA vitamin A), menunjukkan peningkatan yang signifikan pada plasma fasting retinil ester (Ross,19990. Hasil studi Krasinski, et.al (1989) dalam Ross (1999), pada orang dewasa tua peningkatan plasma retinil ester berkaitan dengan penggunaan suplemen vitamin A jangka panjang (> 5 tahun) dan beberapa mengalami kerusakan hati (peningkatan serum transaminase). Data ini meningkatkan kemungkinan bahwa pada tingkat sedang, suplementasi vitamin A jangka panjang dapat menyebabkan hiperavitaminosis A sedang pada beberapa individu
Toksistas kronis menghasilkan gambaran klinis yang aneh yang sering salah diagnosis karena kegagalan untuk memperkirakan kelebihan intik vitamin A. Hal ini ditunjukkan oleh anoreksia, penurunan berat badan, sakit kepala, pandangan yang kabur, diplopia, kulit yang kering dan bersisik, alopecia, rambut yang kasar, hepatomegaly, splenomegaly, anemia, pertumbuhan tulang baru yang subperiosteal penipisan kortikal (khususnya tulang tangan dan kaki), dan perubahan warna gusi

Toksisitas vitamin A juga menyebabkan sindrom celebral yang mencakup epitel, hati, dan tulang dan meningkatkan konsentrasi serum vitamin A. Hal ini tidak saja terlihat pada bayi tetapi beberapa tahun terakhir menjadi umum karena pengobatan sendiri yang berlebihan. Sindrom lainnya, karotenemia disebabkan oleh intik karoteinoid yang berlebihan

Vitamin A dan retinoid lainnya merupakan teratogen yang kuat baik pada hewan percobaan yang hamil dan wanita hamil. Kelainan lahir yang dilaporkan pada akhir musim semi pada wanita yang menerima 13-cis-asam retinoic (isotertinoin) selama kehamilan. Peningkatan resiko kelahiran terjadi pada bayi dari wanita yang mengkonsumsi lebih dari 10.000 IU per hari suplemen pro-vitamin A tujuh minggu sebelum melahirkan ; laporan lain mengindikasikan bahwa kelainan lahir mungkin terjadi pada tingkat beberapa kali lebih tinggi. Sebaliknya, jika pemberian suplementasi vitamin A atau β-karoten sesuai dengan jumlah yang dianjurkan selama masa kehamilan akan menurunkan angka kematian yang berkaitan dengan kehamilan di populasi yang kurang gizi di wilayah pedesaan di Nepal

Konsumsi vitamin A dosis tinggi berbahaya. Intik vitamin A sebanyak 10 kali dari RDA atau lebih tinggi oleh wanita hamil dapat menyebabkan kerusakan otak janin. Tingkat intik tersebut akan mengakibatkan symtoms neurologi dan kerusakan pada mata jika dikonsumsi oleh anak atau orang dewasa. Sebaliknya, konsumsi β-karoten dosis tinggi tidak menyebabkan toksistas. Konsumsi β-karoten dosis tinggi dapat menyebabkan peningkatan tingkat β-karoten dalam plasma, walaupun respon tersebut berbeda untuk masing-masing individu. Tingkat plasma karotenoid yang tinggi hanya sedikit atau sama sekali tidak mempengaruhi tingkat vitamin A plasma

Hiperkarotenosis
Kelebihan intik karotenoid dapat menyebabkan hiperkarotenosis. Perubahan warna kulit menjadi kuning atau orange (xanthosis cutis, carotenoderma) mempengaruhi daerah dimana sekresi sabum terbesar – yaitu lipatan nasolabial, dahi kepala, axillae, dan groin- dan permukaan keranisasi seperti telapak tangan dan kaki. Membran sclerae dan buccal tidak terpengaruh, yang membedakannya dari penyakit kuning, yaitu dimana tanda tersebut berada

Interaksi dengan Zat Gizi Lain

Vitamin A mempunyai interaksi dengan vitamin-vitamin larut lemak yang lain, vitamin C dan mineral seng. Interaksi vitamin A dengan seng erat kaitannya dengan efek negatif defisiensi seng terhadap metabolisme vitamin A yaitu defisiensi seng dapat menurunkan tingkat serum vitamin A. Mekanisme yang menyebabkan rendahnya plasma vitamin A di hati. Defisiensi seng dan vitamin A selama masa kehamilan akan menyebabkan efek teratogenik

Vitamin A juga memilki interaksi dengan besi. Nilai hemoglobin berkurang dengan pola yang sama dengan plasma vitamin A dan vitamin A yang cukup juga meningkatkan nilai hemoglobin seiring dengan kenaikan vitamin A. Mekanisme interaksi antara vitamin A dan besi adalah terjadinya gangguan mobilisasi pada besi dari hati dan/atau penggabungan besi ke eritrosit bila terjadi defisiensi vitamin A. Vitamin dan β-karoten dapat membentuk suatu kompleks dengan besi untuk membuatnya tetap larut dalam lumen usus halus dan mencegah efek penghambat dari fitat dan polifenol pada absorpsi besi

Interaksi vitamin A dengan vitamin D yaitu jika terjadi kelebihan tingkat vitamin A dan D mengakibatkan efek antagonis pada plasma kalsium, fosfor dan asam fosfat. Antagonistik vitamin A dan D memperbaiki menurunkan laju pertumbuhan dan mengurangi kandungan mineral tulang ketika pemberian vitamin A atau D saja pada dosis yang tinggi
Kebanyakan interaksi vitamin A dan E menguntungkan. Vitamin E melindungi kerusakan oksidatif dari vitamin A. Studi pada hewan menunjukkan bahwa tingkat vitamin A yang tinggi akan meningkatkan kebutuhan vitamin E

Tingkat intik vitamin A yang tinggi mempunyai efek yang merugikan terhadap aksi vitamin K. Hipoprotthrombinemia telah dipelajari pada manusia dan hewan berkaitan dengan hiperavitaminosis vitamin A

Beberapa efek toksik vitamin A tampaknya diperbaiki oleh vitamin C. Pada manusia, ekskresi vitamin C melalui urine meningkat pada kejadian hiperavitaminosis A, yang mengindikasikan pengurangan dalam vitamin A jaringan

Studi mengenai diare kronis pada tikus menunjukkan bahwa diare tidak mempunyai pengaruh terhadap vitamin A di hati, tetapi menurunkan konsentrasi serum vitamin A dari tikus yang diberi konsumsi laktosa dibanding tikus yang diberi konsumsi kontrol. Diare kronik berkaitan dengan diet laktosa yang berlebih yang akan memgurangi absorpsi vitamin A dan E dan secara khusus terhadap status vitamin E

Studi pada 219 anak Meksiko usia 18-36 bulan yang menerima 20 mg seng/hari, 20mg besi/hari, keduanya dan plasebo menunjukkan kasil 6 bulan setelah suplementasi seng dan besi, plasma retinol meningkat pada semua kelompok yang diberi suplemen. Dibandingkan dengan kelompok plasebo, suplementasi seng berkaitan dengan plasma retinol dan transthyretin yang lebih tinggi secara signifikan, tetapi peningkatan retinol-binding protein (RBP) tidak signifikan. Suplementasi besi meningkatkan plasma retinol, RBP dan transthyretin secara signifikan, sedangkan suplementasi keduanya secara signifikan meningkatkan plasma retinol, tidak pada RBP dan transthyretin. Anak-anak yang mengalami defisiensi seng, besi atau vitamin A (sebagaimana yang diindikasikan oleh konsentrasi zat gizi plasma) pada awal studi memiliki peningkatan retinol yang signifikan dibanding anak dengan status gizi normal. Suplementasi seng, besi atau keduanya akan memperbaiki indikator status vitamin A

Saturday, November 15, 2008

Sholat menurut medis

Sholat Tahajjud ternyata tak hanya membuat seseorang yang melakukannya mendapatkan tempat (maqam) terpuji di sisi Allah (Qs Al-Isra:79) tapi juga sangat penting bagi dunia kedokteran. Menurut hasil penelitian Mohammad Sholeh, dosen IAIN Surabaya, salah satu shalat sunah itu bisa membebaskan seseorang dari serangan infeksi dan penyakit kanker.

Tidak percaya?

"Cobalah Anda rajin-rajin sholat tahajjud. "Jika anda melakukannya secara rutin, benar, khusuk, dan ikhlas, niscaya and terbebas dari infeksi dan kanker". Ucap Sholeh. Ayah dua anak itu bukan 'tukang obat' jalanan. Dia melontarkan pernyataanya itu dalam desertasinya yang berjudul 'Pengaruh Sholat tahajjud terhadap peningkatan Perubahan Response ketahanan Tubuh Imonologik: Suatu Pendekatan Psiko-neuroimunologi"

Dengan desertasi itu, Sholeh berhasil meraih gelar doktor dalam bidang ilmu kedokteran pada Program Pasca Sarjana Universitas Surabaya, yang dipertahankannya Selasa pekan lalu. Selama ini, menurut Sholeh, tahajjud dinilai hanya merupakan ibadah salat tambahan atau sholat sunah.

Padahal jika dilakukan secara kontinu, tepat gerakannya, khusuk dan ikhlas, secara medis sholat itu menumbuhkan respons ketahannan tubuh (imonologi) khususnya pada imonoglobin M, G, A dan limfosit-nya yang berupa persepsi dan motivasi positif, serta dapat mengefektifkan kemampuan individu untuk menanggulangi masalah yang dihadapi (coping).

Sholat tahajjud yang dimaksudkan Sholeh bukan sekedar menggugurkan status sholat yang muakkadah (Sunahmendekati wajib). Ia menitikberatkan pada sisi rutinitas sholat, ketepatan gerakan, kekhusukan, dan keikhlasan.

Selama ini, kata dia, ulama melihat masalah ikhlas ini sebagai persoalan mental psikis. Namun sebetulnya soal ini dapat dibuktikan dengan tekhnologi kedokteran. Ikhlas yang selama ini dipandang sebagai misteri, dapat dibuktikan secara kuantitatif melalui sekresi hormon kortisol.

Parameternya, lanjut Sholeh, bisa diukur dengan kondisi tubuh. Pada kondisi normal, jumlah hormon kortisol pada pagi hari normalnya antara 38-690 nmol/liter. Sedang pada malam hari-atau setelah pukul 24:00 normalnya antara 69-345 nmol/liter. "Kalau jumlah hormon kortisolnya normal, bisa diindikasikan orang itu tidak ikhlas karena tertekan.

Begitu sebaliknya. Ujarnya seraya menegaskan temuannya ini yang membantah paradigma lama yang menganggap ajaran agama (Islam) semata-mata dogma atau doktrin.

Sholeh mendasarkan temuannya itu melalui satu penelitian terhadap 41 responden sissa SMU Luqman Hakim Pondok Pesantren Hidayatullah, Surabaya. Dari 41 siswa itu, hanya 23 yang sanggup bertahan menjalankan sholat tahajjud selama sebulan penuh. Setelah diuji lagi, tinggal 19 siswa yang bertahan sholat tahjjud selama dua bulan. Sholat dimulai pukul 02-00-3:30 sebanyak 11* rakaat, masing masing dua rakaat empat kali salam plus tiga rakaat. Selanjutnya, hormon kortisol mereka diukur di tiga laboratorium di Surabaya (paramita, Prodia dan Klinika).

Hasilnya, ditemukan bahwa kondisi tubuh seseorang yang rajin bertahajjud secara ikhlas berbeda jauh dengan orang yang tidak melakukan tahajjud. Mereka yang rajin dan ikhlas bertahajud memiliki ketahanan tubuh dan kemampuan individual untuk menaggulangi masalah-masalah yang dihadapi dengan stabil. "jadi sholat tahajjud selain bernilai ibadah, juga sekaligus sarat dengan muatan psikologis yang dapat mempengaruhi kontrol kognisi.

Dengan cara memperbaiki persepsi dan motivasi positif dan coping yang efectif, emosi yang positif dapat menghindarkan seseorang dari stress," Nah, menurut Sholeh, orang stress itu biasanya rentan sekali terhadap penyakit kanker dan infeksi. Dengan sholat tahajjud yang dilakukan secara rutin dan disertai perasaan ikhlas serta tidak terpaksa, seseorang akan memiliki respons imun yang baik, yang kemungkinan besar akan terhindar dari penyakit infeksi dan kanker. Dan, berdasarkan hitungan tekhnik medis menunjukan, sholat tahajjud yang dilakukan seperti itu membuat orang mempunyai ketahanan tubuh yang baik.

Sebuah bukti bahwa keterbatasan otak manusia tidak mampu mengetahui semua rahasia atas rahmat, nikmat, anugrah yang diberikan oleh ALLAH kepadanya. Haruskah kita menunggu untuk bisa masuk diakal kita ???????

Seorang Doktor di Amerika telah memeluk Islam karena beberapa keajaiban yang di temuinya di dalam penyelidikannya. Ia amat kagum dengan penemuan tersebut sehingga tidak dapat diterima oleh akal fikiran. Dia adalah seorang Doktor Neurologi. Setelah memeluk Islam dia amat yakin pengobatan secara Islam dan oleh sebab itu ia telah membuka sebuah klinik yang bernama "Pengobatan Melalui Al Qur'an" Kajian pengobatan melalui Al-Quran menggunakan obat-obatan yang digunakan seperti yang terdapat didalam Al-Quran.

Di antara berpuasa, madu, biji hitam (Jadam) dan sebagainya. Ketika ditanya bagaimana dia tertarik untuk memeluk Islam maka Doktor tersebut memberitahu bahwa sewaktu kajian saraf yang dilakukan, terdapat beberapa urat saraf di dalam otak manusia ini tidak dimasuki oleh darah. Padahal setiap inci otak manusia memerlukan darah yang cukup untuk berfungsi secara yang lebih normal. Setelah membuat kajian yang memakan waktu akhirnya dia menemukan bahwa darah tidak akan memasuki urat saraf di dalam otak tersebut melainkan ketika seseorang tersebut bersembahyang yaitu ketika sujud. Urat tersebut memerlukan darah untuk eberapa saat tertentu saja. Ini artinya darah akan memasuki bagian urat tersebut mengikut kadar sembahyang 5 waktu yang di wajibkan oleh Islam. Begitulah keagungan ciptaan Allah. Jadi barang siapa yang tidak menunaikan sembahyang maka otak tidak dapat menerima darah yang secukupnya untuk berfungsi secara normal. Oleh karena itu kejadian manusia ini sebenarnya adalah untuk menganut agama Islam "sepenuhnya" karena sifat fitrah kejadiannya memang telah dikaitkan oleh Allah dengan agamanya yang indah ini.

Kesimpulannya : Makhluk Allah yang bergelar manusia yang tidak bersembahyang apalagi bukan yang beragama Islam walaupun akal mereka berfungsi secara normal tetapi sebenarnya di dalam sesuatu keadaan mereka akan hilang pertimbangan di dalam membuat keputusan secara normal. Justru itu tidak heranlah manusia ini kadang-kadang tidak segan-segan untuk melakukan hal-hal yang bertentangan dengan fitrah kejadiannya walaupun akal mereka mengetahui perkara yang akan dilakukan tersebut adalah tidak sesuai dengan kehendak mereka karena otak tidak bisa untuk mempertimbangkan secara lebih normal. Maka tidak heranlah timbul bermacam-macam gejala-gejala sosial Masyarakat saat ini.

PENYAKIT HIRSCHSPRUNG (Kelainan di usus besar)

I. PENDAHULUAN
Penyakit ini pertama kali ditemukan oleh Harold Hirschsprung, pada 1886 di Jerman. Ia mengemukakan 2 kasus obstipasi sejak lahir yang dianggapnya disebabkan oleh dilatasi kolon, kedua penderita tersebut akhirnya meninggal. Dikatakannya pula bahwa keadaan tersebut merupakan kesatuan klinis tersendiri dan sejak itu disebut penyakit Penyakit Hirschsprung atau megakolon congenital,
namun patofisiologi terjadinya Penyakit ini tidak diketahui secara jelas hingga tahun 1938, dimana Robertson dan Kernohan menyatakan bahwa megakolon yang dijumpai pada kelainan ini disebabkan oleh gangguan peristaltik dibagian distal usus akibat defisiensi ganglion (Kartono, 1993; Fonkalsrud, 1997;
Lister, 1996).
Zuelser dan wilson(1948) mengemukakan bahwa pada dinding usus yang menyempit tidak ditemukan ganglion parsimpatis.sejak saat itu penyakit ini lebih dikenal dengan istilah aganglionosis kongenital.
Penyakit Hirschsprung merupakan kelainan bawaan sejak lahir, jadi tak bisa dicegah.Umumnya, kelainan ini biasanya terjadi pada anak lahir normal atau cukup bulan dan diketahui di bawah usia setahun. Menurut data di Amerika, kelainan hirschsprung banyak dialami anak laki-laki dibanding anak perempuan, dengan perbandingan 3,8 : 1.

II. ANATOMI
Rektum memiliki 3 buah valvula :
1. superior kiri,
2. medial kanan
3. inferior kiri.
2/3 bagian distal rektum terletak di rongga pelvik dan terfiksir, sedangkan 1/3 bagian proksimal terletak dirongga abdomen dan relatif mobile. Kedua bagian ini dipisahkan oleh peritoneum reflektum dimana bagian anterior lebih panjang dibanding bagian posterior. Saluran anal (anal canal) adalah bagian terakhir dari usus, berfungsi sebagai pintu masuk ke bagian usus yang lebih proksimal; anus, dikelilingi oleh spinkter ani (eksternal dan internal ) serta otot-otot yang mengatur pasase isi rektum ke dunia luar.
Spinkter ani eksterna terdiri dari 3 sling : atas, medial dan depan
Persyarafan motorik spinkter ani interna berasal dari serabut syaraf simpatis (n.hypogastrikus) yang menyebabkan kontraksi usus dan serabut syaraf parasimpatis (n.splanknikus) yang menyebabkan relaksasi usus. Kedua jenis serabut syaraf ini membentuk pleksus rektalis. Sedangkan muskulus levator ani dipersyarafi oleh n.sakralis 3 dan 4. Nervus pudendalis mensyarafi spinkter ani eksterna dan m.puborektalis. Syaraf simpatis tidak mempengaruhi otot rektum. Defekasi sepenuhnya dikontrol oleh n.splanknikus (parasimpatis). Walhasil, kontinensia sepenuhnya dipengaruhi oleh n.pudendalis dan n.splanknikus pelvik (syaraf parasimpatis)

Sistem syaraf autonomik intrinsik pada usus terdiri dari 3 pleksus :
1. Pleksus Auerbach : terletak diantara lapisan otot sirkuler dan longitudinal
2. Pleksus Henle : terletak disepanjang batas dalam otot sirkuler
3. Pleksus Meissner : terletak di sub-mukosa

Pada penderita penyakit Hirschsprung, tidak dijumpai ganglion pada ke-3 pleksus tersebut.

III. TERMINOLOGI
Penyakit Hirschsprung adalah suatu kelainan bawaan berupa aganglionik usus, mulai dari spinkter ani interna kearah proksimal dengan panjang yang bervariasi, tetapi selalu termasuk anus dan setidak-tidaknya sebagian rektum dengan gejala klinis berupa gangguan pasase usus fungsional (Kartono,1993; Heikkinen dkk,1997;Fonkalsrud,1997).
Atau Suatu penyakit yang ditandai konstipasi sejak bulan-bulan pertama kehidupan bayi yang disebabkan oleh adanya kelainan di usus besar (colon) , Hal ini terjadi karena tinja tertahan pada usus besar yang kurang/ tidak mengandung ganglion saraf otot. Akibatnya bagian tersebut menjadi melar. Kekurangan atau ketiadaan ganglion tersebut menyebabkan usus tidak dapat optimal “mendorong” isinya keluar melalui anus. Akibatnya, kotoran akan menumpuk dan menyumbat usus bagian bawah sehingga bayi tak bisa buang air besar.

IV. ETIOLOGI.
1. Ketiadaan sel-sel ganglion
Ketiadaan sel-sel ganglion pada lapisan submukosa (Meissner) dan pleksus myenteric (Auerbach) pada usus bagian distal merupakan tanda patologis untuk Hirschsprung’s disease. Okamoto dan Ueda mempostulasikan bahwa hal ini disebabkan oleh karena kegagalan migrasi dari sel-sel neural crest vagal servikal dari esofagus ke anus pada minggu ke 5 smpai 12 kehamilan. Teori terbaru mengajukan bahwa neuroblasts mungkin bisa ada namun gagal unutk berkembang menjadi ganglia dewasa yang berfungsi atau bahwa mereka mengalami hambatan sewaktu bermigrasi atau mengalami kerusakan karena elemen-elemen didalam lingkungn mikro dalam dinding usus. Faktor-faktor yang dapat mengganggu migrasi, proliferasi, differensiasi, dan kolonisasi dari sel-sel ini mingkin terletak pada genetik, immunologis, vascular, atau mekanisme lainnya

2. Mutasi pada RET proto-oncogene
Mutasi pada RET proto-oncogene,yang berlokasi pada kromosom 10q11.2, telah ditemukan dalam kaitannya dengan Hirschsprung’s disease segmen panjang dan familial. Mutasi RET dapat menyebabkan hilangnya sinyal pada tingkat molekular yang diperlukan dalam pertubuhan sel dan diferensiasi ganglia enterik. Gen lainnya yang rentan untuk
Hirschsprung’s disease adalah endothelin-B receptor gene (EDNRB) yang berlokasi pada kromososm 13q22. sinyal darigen ini diperlukan untuk perkembangan dan pematangan sel-sel neural crest yang mempersarafi colon. Mutasi pada gen ini paling sering ditemukan pada penyakit non-familial dan short-segment. Endothelian-3 gene baru-baru ini telah diajukan sebagai gen yang rentan juga. Defek dari mutasi genetik ini adalah mengganggu atau menghambat pensinyalan yang penting untuk perklembangan normal dari sistem saraf enterik. Mutasi pada proto-oncogene RET adalah diwariskan dengan pola dominan autosom dengan 50 sampai 70% penetrasi dan ditemukan dalam sekitar 50% kasus familial dan pada hanya 15 sampai 20% kasus spordis. Mutasi pada gen EDNRB diwariskan dengan pola pseudodominan dan ditemukan hanya pada 5% dari kasus, biasanya yang sporadis.
3. Kelainan dalam lingkungan
Kelainan dalam lingkungan mikro pada dinding usus dapat mencegah migrasi sel-sel neural crest normal ataupun diferensiasinya. Suatu peningkatan bermakna dari antigen major histocompatibility complex (MHC) kelas 2 telah terbukti terdapat pada segmen aganglionik dari usus pasien dengan Hirschsprung’s disease, namun tidak ditemukan pada usus dengan ganglionik normal pada kontrol, mengajukan suatu mekanisme autoimun pada perkembangan penyakit ini.
4. Matriks protein ekstraseluler
Matriks protein ekstraseluler adalah hal penting dalam perlekatan sel dan pergerkan dalam perkembangan tahap
awal. Kadar glycoproteins laminin dan kolagen tipe IV yang tinggi alam matriks telah ditemukan dalam segmen usus aganglionik. Perubahan dalam lingkungan mikro ini didalam usus dapat mencegah migrasi sel-sel normal neural crest dan memiliki peranan dalam etiologi dari Hirschsprung’s disease

V. PATOFISIOLOGI
Usus normal menerima persarafan intrinsik dari sistem persarafan parasimpatis (kholinergis) dan simpatis (adrenergis). Serabut saraf kolinergik menyebabkan perangsangan pada kolon (kontrasi) dan menginhibisi
sphincter ani, sedangkan serabut-serabut adrenergik menginhibisi kolon (relaksasi) dan mengeksitasi sphincter. Sebagi tambahan, terdapat suatu sistem saraf intrinsik enterik yang luas didadalm dinding usus sendiri yang tersusun atas berbagai macam ‘serabut inhibisi non-adrenergic non-cholinergic (NANC)’
yang berfungsi dalam pengaturan sekresi intestinal, motilitas, pertahanan mukosa, dan respon imun. Sel-sel ganglion mengkoordinasikan aktivitas muskular usus dengan menyeimbangkan sinyal-sinyal yang diterima dari serabut-serabut adrenergik dan kolinergik, dan dari serabut inhibisi intrinsik (enterik) NANC.
Pada Hirschsprung’s disease, sel-sel ini tidak ditemukan sehingga koordinasi kontraksi dan relaksasi pada usus tidak terjadi. Kholinergik yang berlebihan mungkin bertanggung jawab pada spastisitas dari segmen aganglionik.
Asetilkholin yang berlebihan akan menyebabkan produksi berlebihan dari acetylcholinesterase, yang dapat dideteksi secara histokimiawi dan digunakan dalam penegakkan diagnosis Hirschsprung’s disease.
Kemungkinan yang lebih penting dari kelainan adrenergik ataupun kolinergik dalam menyebabkan spasme usus
adalah ketiadaan dari serabut saraf inhibisi NANC dari sistem saraf enterik dan transmitter neuropeptidanya. Peptida Vasoaktif intestinal (VIP) adalah relaksan utama pada sphincter ani internus; VIP-mengandung serabut-serabut saraf yang tidak ada pada usus aganglionik pasien dengan Hirschsprung’s disease. Nitric
oxide (NO) adalah suatu neurotransmitter yang kuat lainnya dalam saraf penghambat NANC, memediasi relaksasi pada usus. Sintesis NO snormalnya terdapat pada plexus enterik dalam usus. Sintase NO dan oleh karenanya aktivitas NO tidak terdapat pada usus aganglionik pasien dengan Hirschsprung’s disease. Kurangnya NO- dan serabut saraf yang mengandung VIP pada usus aganglionik pasien dengan Hirschsprung’s disease mungkin merupakan faktor utama dalam patofisiologi penyakit ini.

VI. KLAFIKASI

Pada pemeriksaan patologi anatomi dari penyakit ini, sel ganglion Auerbach dan Meissner tidak ditemukan serabut saraf menebal danserabut otot hipertofik.aganglionosis ini mulai dari anus ke arah oral.
Berdasarkan panajang segmen yang terkena , Penyakit Hirschsprung dapat di klasifikasikan dalam 2 katagori,
sbb :
1. Penyakit Hirschsprung segmen pendek / HD klasik (75%)
Segmen aganglionosis muali dari anus sampai sigmoid.Merupakan 70% dari kasus penyakit Hirschsprung dan lebih sering ditemukan pada anak laki-laki dibanding anak perempuan

2. penyakit Hirschsprung segmen panjang/ Long segment HD (20%)
daerah agonglionosis dapat melebihi sigmoid malahan dapat mengenai seluruh kolon taua sampai usus halus. Ditemukan sama banyak pada anak laki-laki dan perempuan

3. Total colonic aganglionosis (3-12%)

Beberapa lainnya terjadinya jarang, yaitu:
1.Total intestinal aganglionosis

2.Ultra-short-segment HD (melibatkan rektum distal dibawah lantai pelvis dan anus.

VII. GAMBARAN KLINIS

 Periode Neonatal.
Ada trias gejala klinis yang sering dijumpai, yakni
1. pengeluaran mekonium yang terlambat(lebih dari 24 jam pertama),
2. muntah berwarna hijau
3. distensi abdomen
 Anak
. Pada anak yang lebih besar, gejala klinis yang menonjol adalah
1. konstipasi kronis dan gizi buruk (failure to thrive).
2. Dapat pula terlihat gerakan peristaltik usus di dinding abdomen.
3. riwayat BAB yang tak pernah normal
4. letargis
5. Demam yang tidak terlalu tinggi
6. nafsu makan menurun ( Anorexia)
7. diarrhea
8. distensi abdomen yang berat
9. feces berbau busuk


VIII. PEMERIKSAAN

 RT ( Colok Dubur)
Jari akan merasaakn jepitan dan apda waktu ditarik akan diikuti denagn keluarnya udara dan mekonium/ feses yang menyemprot.
 Pemeriksaan Radiologi (foto polos abdomen)
Pada foto polos abdomen dapat dijumpai gambaran obstruksi usus letak rendah, meski pada bayi sulit untuk membedakan usus halus dan usus besar. Pemeriksaan yang merupakan standard dalam menegakkan diagnosa penyakit Hirschsprung adalah barium enema, dimana akan
dijumpai 3 tanda khas :
1. Tampak daerah penyempitan di bagian rektum ke proksimal yang
panjangnya bervariasi;
2. Terdapat daerah transisi, terlihat di proksimal daerah penyempitan
ke arah daerah dilatasi;
3. Terdapat daerah pelebaran lumen di proksimal daerah transisi
Pemeriksaan dengan barium enema, berguna untuk mengetahui daerah transisi, gambaran kontraksi usus yang tidak teratur disegmen yang menyempit, enterokolitis disegmen yang melebar, terdapat retensi barium setelah 24-48 jam sehingga diketahui panjang daerah yang terkena.
 Pemeriksaan Histo Patologi
Daoat dilakukan dengan 2 cara :
 Biopsi hisap, diambil usus bagian mukosa samapi submukosa dengan alat penghisap, selanjutnya dicari sel ganglion pda daerah submukosa
 Biopsy otot rectum

 Pemeriksaan aktifitas enzim asetilkolin esterase
Pemeriksaan aktifitas enzim asetilkolin esterase dari hasil biopsy hisap, pada Penyakit Hirschsprung, kas terdapat peningkatan aktifitas enzim asetilkolin esterase

 Pemeriksaan aktifitas norepinefrin dari jaringan biopsy usus
Usus yang aganglionosis akan menunjukkan peningkatan aktifitas enzim tersebut

 Manometri anorektal
Pemeriksaan manometri anorektal adalah suatu pemeriksaan objektif mempelajari fungsi fisiologi defekasi pada penyakit yang melibatkan spinkter anorektal. Dalam prakteknya, manometri anorektal dilaksanakan apabila hasil pemeriksaan klinis, radiologis dan histologis meragukan. Pada dasarnya, alat ini memiliki 2 komponen dasar : transduser yang sensitif terhadap tekananseperti balon mikro dan kateter mikro, serta sisitem pencatat seperti
poligraph atau komputer (Shafik,2000; Wexner,2000; Neto dkk,2000).
Beberapa hasil manometri anorektal yang spesifik bagi Penyakit Hirschsprung adalah :
1. Hiperaktivitas pada segmen yang dilatasi;
2. Tidak dijumpai kontraksi peristaltik yang terkoordinasi pada segmen usus nik;
3. Sampling reflex tidak berkembang. Tidak dijumpai relaksasi
spinkter interna setelah distensi rektum akibat desakan feces. Tidak dijumpai relaksasi spontan (Kartono,1993; Tamate,1994; Neto,2000).


IX. PENATALAKSANAAN

1.Preoperatif

a.Diet
Pada periode preoperatif, neonatus dengan HD terutama menderita gizi buruk disebabkan buruknya pemberian makanan dan keadaan kesehatan yang disebabkan oleh obstuksi gastrointestinal. Sebagian besar memerlukan resulsitasi cairan dan nutrisi parenteral. Meskipun demikian bayi dengan HD yang didiagnosis melalui suction rectal biopsy danpat diberikan larutan rehidrasi oral sebanyak 15 mL/ kg tiap 3 jam selama dilatasi rectal preoperative dan irigasi rectal.

b.Terapi farmakologik
Terapi farmakologik pada bayi dan anak-anak dengan HD dimaksudkan untuk mempersiapkan usus atau untuk terapi komplikasinya.
Untuk mempersiapkan usus adalah dengan dekompresi rectum dan kolon melalui serangkaian pemeriksaan dan pemasangan irigasi tuba rectal dalam 24-48 jam sebelum pembedahan. Antibiotik oral dan intravena diberikan dalam beberapa jam sebelum pembedahan
.
2.Operatif

Tergantung pada jenis segmen yang terkena.
 Tindakan Bedah Sementara
Tindakan bedah sementara pada penderita penyakit Hirschsprung adalah berupa kolostomi pada usus yang memiliki ganglion normal paling distal. Tindakan ini dimaksudkan guna menghilangkan obstruksi usus dan mencegah enterokolitis sebagai salah satu komplikasi yang berbahaya. Manfaat lain dari kolostomi adalah : menurunkan angka kematian pada saat dilakukan tindakan bedah definitif dan mengecilkan kaliber usus pada penderita penyakit Hirschsprung yang telah besar sehingga memungkinkan dilakukan anastomose

1. Tindakan Bedah Definitif
(i). Prosedur Swenson
Orvar swenson dan Bill (1948) adalah yang mula-mula memperkenalkan operasi tarik terobos (pull-through) sebagai tindakan bedah
definitif pada penyakit Hirschsprung. Pada dasarnya, operasi yang dilakukan adalah rektosigmoidektomi dengan preservasi spinkter ani. Dengan meninggalkan 2-3 cm rektum distal dari linea dentata, sebenarnya adalah meninggalkan daerah aganglionik, sehingga dalam pengamatan pasca operasi masih sering dijumpai spasme rektum yang ditinggalkan. Oleh sebab itu Swenson memperbaiki metode operasinya (tahun 1964) dengan melakukan
spinkterektomi posterior, yaitu dengan hanya menyisakan 2 cm rektum bagian anterior dan 0,5-1 cm rektum posterior. Prosedur Swenson dimulai dengan approach ke intra abdomen,
melakukan biopsi eksisi otot rektum, diseksi rektum ke bawah hingga dasar pelvik dengan cara diseksi serapat mungkin ke dinding rektum, kemudian bagian distal rektum diprolapskan melewati saluran anal ke dunia luar sehingga saluran anal menjadi terbalik, selanjutnya menarik terobos bagian kolon proksimal (yang tentunya telah direseksi bagian kolon yang aganglionik) keluar melalui saluran anal. Dilakukan pemotongan rektum distal pada 2 cm dari anal verge untuk bagian anterior dan 0,5-1 cm pada bagian posterior, selanjunya dilakukan anastomose end to end dengan kolon proksimal yang telah ditarik terobos tadi. Anastomose dilakukan dengan 2
lapis jahitan, mukosa dan sero-muskuler. Setelah anastomose selesai, usus dikembalikan ke kavum pelvik/ abdomen. Selanjutnya dilakukan reperitonealisasi, dan kavum abdomen ditutup (Kartono,1993; Swenson dkk,1990).

(ii).Prosedur Duhamel
Prosedur ini diperkenalkan Duhamel tahun 1956 untuk mengatasi kesulitan diseksi pelvik pada prosedur Swenson. Prinsip dasar prosedur ini adalah menarik kolon proksimal yang ganglionik ke arah anal melalui bagian posterior rektum yang aganglionik, menyatukan dinding
posterior rektum yang aganglionik dengan dinding anterior kolon proksimal yang ganglionik sehingga membentuk rongga baru dengan anastomose end to side Fonkalsrud dkk,1997).
Prosedur Duhamel asli memiliki beberapa kelemahan, diantaranya sering terjadi stenosis, inkontinensia dan pembentukan fekaloma di dalam puntung rektum yang ditinggalkan apabila terlalu panjang. Oleh sebab itu dilakukan beberapa modifikasi prosedur Duhamel, diantaranya :

1.Modifikasi Grob (1959) : Anastomose dengan pemasangan 2 buah klem melalui sayatan endoanal setinggi 1,5-2,5 cm, untuk mencegah inkontinensia;

2. Modifikasi Talbert dan Ravitch: Modifikasi berupa pemakaian stapler untuk melakukan anastomose side to side yang panjang;

3. Modifikasi Ikeda: Ikeda membuat klem khusus untuk melakukan anastomose, yang terjadi setelah 6-8 hari kemudian;

4. Modifikasi Adang: Pada modifikasi ini, kolon yang ditarik transanal dibiarkan prolaps sementara. Anastomose dikerjakan secara tidak langsung, yakni pada hari ke-7-14 pasca bedah dengan memotong kolon yang prolaps dan pemasangan 2 buah klem; kedua klem dilepas 5 hari berikutnya. Pemasangan klem disini lebih dititik beratkan pada fungsi hemostasis

(iii).Prosedur Soave
Prosedur ini sebenarnya pertama sekali diperkenalkan Rehbein tahun 1959 untuk tindakan bedah pada malformasi anorektal letak tinggi. Namun oleh Soave tahun 1966 diperkenalkan untuk tindakan bedah definitive Penyakit Hirschsprung.
Tujuan utama dari prosedur Soave ini adalah membuang mukosa rektum yang aganglionik, kemudian menarik terobos kolon proksimal yang ganglionik masuk kedalam lumen rektum yang telah dikupas tersebut

(iv).Prosedur Rehbein
Prosedur ini tidak lain berupa deep anterior resection, dimana dilakukan anastomose end to end antara usus aganglionik dengan rektum pada level otot levator ani (2-3 cm diatas anal verge), menggunakan jahitan
1 lapis yang dikerjakan intraabdominal ekstraperitoneal. Pasca operasi, sangat penting melakukan businasi secara rutin guna mencegah stenosis

3.Post operatif
Pada awal periode post operatif sesudah PERPT (Primary Endorectal pull-through), pemberian makanan peroral dimulai sedangkan pada bentuk short segmen, tipikal, dan long segmen dapat dilakukan kolostomi terlebih dahulu dan beberapa bulan kemudian baru dilakukan operasi definitif dengan metode Pull Though Soave, Duhamel maupun Swenson. Apabila keadaan memungkinkan, dapat dilakukan Pull Though satu tahap tanpa kolostomi sesegera mungkin untuk memfasilitasi adaptasi usus dan penyembuhan anastomosis. Pemberian makanan rata-rata dimulai pada hari kedua sesudah operasi dan pemberian nutisi enteral secara penuh dimulai pada pertengahan hari ke empat pada pasien yang sering muntah pada pemberian makanan. Intolerasi protein dapat terjadi selama periode ini dan memerlukan perubahan formula. ASI tidak dikurangi atau dihentikan.

X. KOMPLIKASI
1. kebocoran anastomose
2. stenosis
3. Ruptur kolon
4. enterokolitis
5. gangguan fungsi spinkter

XI. PROGNOSIS
Belum ada penelitian prospektif yang membandingkan masing-masing jenis operasi. Dalam keseluruhan
prosedur, hasil fungsional mengalami perbaikan seiring dengan waktu, sehingga dalam 10 tahun follow up 90% pasien akan memiliki fungsi.